Rabu, 03 September 2008

Hukum Mengubur Ari-Ari Bayi




Kirim teman

Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz, saya punya pertanyaan yang membingungkan saya mengenai tradisi orang Indonesia menguburkan ari-ari bayi setelah melahirkan itu bagaimana menurut hukum Islam, apakah haram atau halal? Mohon penjelasannya.

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ari-ari atau plasenta secara medis berfungsi sebagai penyedia makanan dan saluran lainnya, yang menghubungkan antara janin dengan ibunya. Selama berbulan-bulan, placenta ini sangat berguna bagi bayi di dalam rahim sang ibu. Namun begitu bayi lahir, maka perannya usai sudah.

Namun dalam masyarakat tertentu, ada semacam kepercayaan tertentu bahwa di balik fungsi medis, ada hubungan 'ghaib' tertentu antara bayi dengan plasentanya. Karena itu, sebagian masyarakat yang mewarisi tradisi kuno ini masih terlihat melakukan berbagai macam ritual yang tidak ada kaitannya dengan agama.

Salah satunya adalah mengubur plasenta di dekat rumah, bahkan harus diberi pelita (lampu). Dan bersamanya juga dikuburkan benda-benda tertentu, yang dipercaya akan berpengaruh atas nasib dan kehidupan si bayi bila kelak dewasa.

Lucunya, terkadangsebagian orang melakukan ritual itu begitu saja, tanpa pernah tahu hubungan sebab akibatnya. Dan semakin lucu lagi, karena yang melakukannya seringkali justru orang yang berpendidikan tinggi dan sarjana. Seharusnya mereka lebih mengedepankan hal-hal yang ilmiyah ketimbang sesuatu yang irrasional.

Bagaimana dengan Pandangan Syariah Islam?

Tentu saja tidak ada satu pun dalil, baik berupa potongan ayat Al-Quran atau hadits nabawi, tentang masalah menanam ari-ari. Bahkan hadits yang paling dhaif atau bahkan hadits palsu sekalipun, sama sekali tidak pernah memuat masalah ini.

Jadi ritual ini betul-betul produk lokal, jauh dari bau-bau Islam dan syariatnya. Tak satu ayat Quran menyebutkannya, tidak satu pun hadits nabi menyinggungnya dan tidak ada dalam syariat Islam tentang aturan mainnya.

Sementara, dari sisi aqidah yang bersih, kepercayaan bahwa ada hubungan ghaib antara plasenta dengan nasib seseorang, jelas telah melanggar wilayah syirik. Sehingga ritual tertentu yang dilakukan terhadap plasenta ini, sangat mengganggu hubungan kita sebagai muslim dengan Allah SWT.

Seolah nasib seseorang ditentukan oleh plasentanya, bukan oleh tugas pendidikan dari kedua orang tuanya dan lingkungannya. Padahal tegas sekali disebutkan bahwa nasih seseorang bukan ditentukan oleh perlakuan terhadap plasenta, namun tergantung dari upaya (ikhtiar) seseorang serta doa-doa yang dipanjatkan.

Khusus masalah doa yang dipanjatkan, Allah SWT telah menetapkan teknis dan tata caranya. Bila menggunakan teknis dan tata cara yang tidak sesuai dengan apa yang dimaui oleh Allah SWT, doa itu bukan saja tertolak, tetapi malah akan menimbulkan bencana. Misalnya ritual perlakuan terhadap plasenta yang cenderung syirik itu, bukan nasih baik yang akan diterima oleh bayi dan keluarga itu, malah boleh jadi sebaliknya.

Namun kita juga harus menerima kenyataan bahwa ritual dan kepercayaan kuno itu masih banyak melekat di tengah masyarakat. Bahkan, tidak jarang yang jadi pelakunya adalah orang terdidik. Mungkin di kepalanya ada ragu dan setengah tidak percaya, tetapi tetap dilakukannya juga, dengan alasan untuk menjaga tradisi nenek moyang.

Maka semua itu harus diklarifikasi ulang, tradisi nenek moyang yang bagaimana yang harus kita lestarikan? Sebab tidak semua tradisi itu baik. Bukankah di zaman nenek moyang dulu, juga ada tradisi minum khamar, zina, judi dan seterusnya? Bukan kah dahulu nenek moyang kita menyembah dewa dan berhala?

Apakah hari ini akan tetap kita lestarikan budaya-budaya yang negatif dari nenek moyang itu? Tentu tidak, bukan?

Tugas kita sekarang ini adalah berupaya mengikis dan mengurangi secara sistematis, tradisi yang sekiranya bertentang dengan nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai keIslaman. Namun bila tradisi itu sesuai dengan Islam, barulah kita lestarikan.

Memendam Plasenta untuk Kebersihan Lingkungan

Kalau sekedar mengubur (memendam) palsenta di dalam tanah, tanpa niat apapun kecuali untuk kebersihan dan kesehatan lingkungan, tentu boleh dan baik. Sebab plasenta itu akan segera membusuk bila tidak dipendam.

Jalan terbaik memang dipendam saja, agar tidak merusak lingkungan. Namun tanpa diiringi ritual apa pun yang bisa merusak hubungan mesra kita kepada Allah SWT. Pendam saja dan selesai.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc



Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail


versi lainya
Oleh: Dewan Asatidz
dari : h
ttp://www.pesantrenvirtual.com
Pertanyaan:

Assalamu'alaikum wr. wb.

Pak Ustad, saya ingin bertanya mengenai ari-ari setelah bayi lahir, apakah ari-ari tersebut harus kita kubur sendiri (jika dikubur sendiri apakah harus dihalaman rumah kita sendiri) atau setelah bayi lahir apakah ari-ari tersebut boleh diurus oleh Rumah Sakit yang bersangkutan?

Mohon penjelasan dari Pak Ustad dan atas bantuannya saya ucapkan terima kasih


Wassalamu'alaikum wr. wb.

Santri Virtual


Jawaban:

Assalamu'alaikum wr. wb.

Qurthubi dalam tafsirnya (2/102) menukil pernyataan Tirmidzi dalam kitab "Nawadirul Usul" bahwa Rasulullah s.a.w. mengatakan "Bersihkan kuku kalian, pendamlah potongan kuku kalian, bersihkan sela-sela tangan, bersihkan gusi dan gosoklah gigi, jangan kalian datang kepadaku dengan gigi yang kuning dan bau".

Mengapa kita disuruh memendam/mengubur potongan kuku? Ini menunjukkan bahwa jasad bani adam mempunyai kemuliaan, meskipun ia telah terpotong atau terlepas, kemuliaan tersebut masih tetap ada, maka selayaknya ia dikubur seperti pada saat bani adam meninggal dunia.

Dalam riwayat Aisyah lain, Rasulullah s.a.w. memerintahkan agar mengubur bekas darah "ihtijam" (pengobatan tradisional dengan mengambil darah kotor dari tubuh) supaya tidak dimangsa anjing.

Riwayat Aisyah lain mengatakan Rasulullah s.a.w. memerintahkan mengubur tujuh jenis anggota tubuh manusia, yaitu rambut, kuku, darah, bekas darah haid, gigi yang terlepas, potongan khitan dan ari-ari. Qurthubi tidak memberikan keterangan tentang kekuatan riwayat ini.

Dalam kitab "Ghadaa'ul Albab" karangan Safarini (1/382) disebutkan bahwa binti Bashrah mengatakan "Aku melihat ayahku memotong kuku lalu memendam potongannya, lalu ia berkata 'Aku melihat Rasulullah melakukannya'".

Ahmad bin Hanbal pernah ditanyai tentang rambut dan kuku, apakah menguburnya atau membuangnya? Ia menjawab "agar menguburnya. Ibnu Umar melakukan demikian".

Mengubur anggota yang terpotong atau terlepas dari tubuh manusia merupakan salah satu cara memuliakan bani Adam.

Ibnu Hajar mengatakan bahwa ini hanya sunnah dan tidak wajib, barangsiapa melakukannya tentu merupakan tindakan terpuji.

Memanfaatkan Ari-ari

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, ari-ari bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan medis tertentu. Bila di sana terdapat manfaat dan maslahah, memanfaatkan ari-ari untuk tujuan tersebut tidak ada salahnya dari tinjauan agama, karena dalam tinjuan syariah mewujudkan manfaat lebih utama dari menyia-nyiakannya.

Fatawa Azhariyah, Mei 1997, Syeh Athiyah Muhammad Shaqr.

Melihat keterangan di atas, sebenarnya yang dianjurkan dalam masalah ari-ari adalah menguburnya. Dimana dikuburkan dan bagaimana? Tidak ada ketentuan khusus yang diberikan agama tentang ini. Dalam tradisi masyarakat kita terkadang kita temukan beberapa kepercayaan tentang masalah penguburan ari-ari, namun hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran agama kita.

Wallahu a'lam



Wassalamu'alaikum wr. wb.

Muhammad Niam

Tidak ada komentar:


Free chat widget @ ShoutMix
hit counter KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia blog-indonesia.com blog-indonesia.com http://iwanfalsmania.blogspot.com Blogging Blogs - BlogCatalog Blog Directory